Halo.

Acasha Adair
3 min readJan 5, 2024

“halo, ice lattenya satu, ya.”

entah kenapa, akhir-akhir ini aku lebih menyukai segala kopi-kopian dengan base latte. rasanya menarik; ada pahit namun tak begitu kuat seperti meminum espresso, ada sedikit rasa asam dari biji kopi yang digunakan, dan tentu rasa susu yang menurutku hanya sebentar terasa di pangkal lidah. latte tak pernah membuatku bosan. ah, tapi jika cafe yang kudatangi tak pandai membuat latte, aku akan beralih memesan cappucino; untuk mengurangi rasa biji kopi yang tidak terlalu enak.

aku begitu menyukai latte hingga kurasa aku tak akan bisa hidup tanpa minuman kesukaanku ini. mungkin hampir tiap hari atau memang sudah menjadi rutinitas tiap pagi untuk minum latte. aku menyukainya, sebab mungkin meminum kopi di pagi hari menunjukkan kedewasaan. membawa papercup berisi latte di tangan kanan dengan beberapa berkas di tangan kiri, aku merasa seperti perempuan sibuk yang biasa aku lihat di film-film. aku menyukainya, sebab selain menunjukkan kedewasaan, latte yang kupilih juga menunjukkan kebebasan.

di usia yang tak lagi remaja ini, aku begitu sering memaknai banyak hal baru yang kualami. membaca buku pilihanku, pergi kemanapun sendirian, melukis, dsb. semua kumaknai sebagai pencapaian baru di tahun lalu. ternyata aku berani membuat keputusan dan melakukannya. ternyata ketakutan hanyalah di pikiran. begitulah suara-suara di kepalaku.

aku masih sering membandingkan kehidupanku sebelum beranjak dewasa dan kehidupanku saat ini. banyak yang terjadi, banyak yang kulewati, dan banyak yang harus kukorbankan. meski sedikit menyayangkan mengapa aku harus melalui rute yang begitu sulit, namun, hei! akhirnya aku sampai pada jalan yang cukup layak aku lalui dengan berlari. aku tak perlu lagi terseok-seok di pinggir jurang dan melalui jalanan terjal penuh bebatuan. aku kembali pada diriku; pada arah yang kutuju, meski tak mudah dan perlu waktu lama.

aku akui menjadi dewasa itu sulit. aku harus membuat keputusan, mengambil risiko, dan menanggungnya sendiri. bahkan terkadang keputusanku harus beririsan dengan hidup orang lain. menurutku tak apa, aku akan selalu belajar untuk menjadi dewasa.

halo, selamat datang di tahun baru.

ini pertama kalinya dalam hidup aku menyambut tahun baru dengan penuh kesadaran. aku tak memiliki tujuan pasti atau resolusi yang ingin kucapai di tahun ini. aku hanya sangat bersyukur atas diriku, karena cukup kuat bertahan. euforia, petasan, dan terompet kumaknai sebagai titik pencapaianku, bahwa aku masih cukup waras untuk melanjutkan hidup. sorak ramai orang-orang terasa sangat dekat denganku, dibanding beberapa tahun lalu. ah, mungkin karena sebelumnya aku sibuk menata ulang hidup.

maka, dibandingkan resolusi atau hal apa saja yang ingin kucapai di tahun ini, aku lebih ingin diam-diam selalu menjaga api kecil dalam diriku. aku ingin terus mengucap selamat dan syukur kepada diriku, setiap harinya. aku lebih ingin menjaga kewarasanku di tahun ini, karena aku tau rasanya menjadi gila beratus-ratus hari. aku ingin memeluk tubuhku setiap hari, membisikkan beberapa kalimat selamat karena kembali menjadi normal bukan hal yang mudah dan ternyata aku berhasil.

hingga hari kelima di tahun baru, aku masih terpukau pada diri ini dan pencapaiannya!

aku rasa, jika aku waras maka aku akan lebih rasional dalam membuat keputusan. jika aku waras maka aku akan lebih pintar dan cepat dalam mencerap hal di sekitarku; sesuatu yang aku sadari aku payah sebab aku tak waras. jika aku bisa kembali normal, maka aku bisa melakukan banyak hal. aku bisa mencapai tempat yang lebih tinggi dibanding saat aku kehilangan diri sendiri. aku bisa melalukan banyak hal. syaratnya, hanya jika aku waras.

aku masih beradaptasi pada diriku yang baru. terkadang aku masih linglung, masih sering kembali berlindung pada cangkang retak itu. cangkang yang melindungiku dari melukai orang lain, namun di saat yang sama berupaya kuhancurkan karena aku ingin berbaur dengan mereka di luar sana. memang benar, cangkang itu melindungi banyak orang dari ketidakwarasanku. namun itu membuatku lebih banyak melukai diriku sendiri, memperlambat penyembuhanku, menebalkan dinding pemisah antara aku yang tak waras dan mereka yang normal.

tentu, tentu. aku juga menantikan hal gila apa yang bisa kulakukan di tubuhku yang waras ini. aku mulai tidak takut pada berbagai penolakan, mungkin tidak lagi ada rasa takut sebab menjadi gila beratus-ratus hari tampaknya lebih mengerikan. sebuah mimpi buruk yang tak lagi ingin aku alami. mungkin aku akan menjadi seperti monster atau villain dalam video game dengan xp paling tinggi. karakter yang sulit sekali dibunuh, bahkan dengan berbagai boost dan strategi yang digunakan. atau mungkin, aku akan menjadi musuh abadi diriku sendiri.

--

--