2023: a drop of tear

Acasha Adair
2 min readDec 18, 2023

Aku ingin menulis satu cerita tentangku, yang personal tentang diriku. Namun ini mungkin sulit untuk dimengerti.

Jika boleh menganalogikan tahun 2023, maka akan aku gambarkan sebagai kehidupan keduaku. Entah bagaimana, Tuhan tampaknya masih menyayangiku. Beberapa percobaan yang gagal di tahun-tahun sebelumnya karena rasa takutku lebih besar, depresi, dan segalanya. Aku tampak cukup untuk dikasihani saat itu. Tak banyak yang tahu memang, aku yakin aku menyimpannya rapat-rapat.

Tahun ini, aku dipertemukan orang-orang baru. Tuhan tampaknya ingin aku melanjutkan hidupku, meski segalanya kurasa masih sama. Tak banyak berubah, aku masih di tempat yang sama. Masih sama bingungnya dengan diriku beberapa tahun lalu. Tuhan, tampaknya, benar-benar menyayangiku. Kurasa.

Terakhir yang kuingat, yang tersisa dari hidupku hanyalah kegelapan. Pun jika aku tak menunjukkannya, mungkin itu hanya insting diri yang terbiasa menjadi manusia normal. Nyatanya tidak. Tuhan menyayangiku, maka Ia temukan aku dengan orang-orang yang menyayangiku. Rasa-rasanya aku berutang banyak untuk itu.

Tahun ini, aku memulai kehidupan keduaku. Bertemu sekian banyak orang yang membuatku sadar bahwa masih banyak hal di dunia ini yang bisa membuatku tersenyum. Jalan-jalan di pagi hari menikmati kota yang masih tertidur, bersantai di pinggir danau, melukis sesuatu di sana, membaca buku, atau hanya sekadar menikmati matahari terbenam di pantai berpasir hitam. Ini adalah hal yang sangat sederhana bagiku, sebelum akhirnya aku merasakannya langsung, dan: ini tak sesederhana itu.

Aku sekali lagi merasakan kebebasan. Aku merasa benar-benar bebas dari segala hal dalam pikiran yang tak kunjung hilang. Mungkin rasanya seperti R, seorang zombie dalam film Warm Bodies yang perlahan kembali menjadi manusia akibat ‘cinta’ dari Julie. Sama seperti R, aku juga merasakan kehangatan, sedikit demi sedikit. Mereka sedikit banyak membuatku merasa bahwa aku layak untuk hidup keduaku ini.

Aku tahu ini tak akan lama. Dua tahun bukan waktu yang lama. Bahkan jika aku bisa segera menyelesaikan segala hal di sini, aku hanya butuh satu setengah tahun. Itu mengerikan, waktu sangat mengerikan.

Aku memulai hidup baruku dengan melakukan segala hal yang sebelumnya kutakuti karena kamu tak menyukainya. Ternyata aku bisa, ternyata aku cukup berani. Aku ikut kegiatan sukarelawan, mengajar anak-anak di bantaran sungai. Aku berani bepergian sendiri. Aku berani membaca novel yang kusuka, yang telah lama aku biarkan menumpuk di pojok kamar. Aku memulainya, aku berani melakukannya.

Aku menyukai hal-hal itu, yang dulu tak pernah kamu suka. Aku mulai menyentuhnya lagi. Aku ingin tenggelam di sana.

Aku lebih bahagia tahun ini (:

Aku ingin menceritakan lebih banyak tentang ini. Tentang prosesku menyudahi segala percobaan dan rasa bersalah yang terus-menerus kuarahkan pada diriku sendiri. Aku melakukan yang terbaik tahun ini. Aku kembali pada hidupku, pada diriku.

Maaf jika butuh waktu yang lama.

Maaf jika selama tiga tahun ini aku tak pernah menghargai diriku sendiri.

Maaf jika butuh waktu yang lama untuk kembali.

--

--